Minggu, 01 Desember 2013

Mikrobiologi Terapan

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TERAPAN
A. ABSTRAK                        : Praktikum ini bertujuan mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri Escheria coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus. Hasil praktikum ini menunjukkan perbedaan perubahan warna/keruh pada perlakuan pH (asam cuka dan NaOH) dan perlakuan suhu (es batu dan air panas). Hasil ini membuktikan bahwa faktor lingkungan terhadap bakteri Escheria coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus berbeda-beda, karena berpengaruh oleh pH dan suhu yang di hubungkan dengan sifat dari ketiga bakteri ini.
B. PRAKTIKUM KE                         : 1
C. JUDUL                     : PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN                                                                           TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI                                                            Escheria coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus                                               aureus.
D. TUJUAN                           : Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan                                                         terhadap pertumbuhan bakteri Escheria coli,                                                               Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus.

E. DASAR TEORI                 :
1. Escheria coli
            Bakteri  E. coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran
pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor
Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. (Anonim 1, 2011)

            Bakteri  ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob. (Anonim 1, 2011)
Gambar 1 : Morfologi E. coli
(sumber : Anonim 1, ‎2011)
            Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis. (Ditjenak, 1982) melaporkan bahwa E. coli keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa minggu. Kelangsungan hidup dan replikasi E. coli di lingkungan membentuk koliform. E. coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini akan mati pada suhu 6000C selama 30 menit. (Anonim 1, ‎2011)
            E. coli tumbuh pada suhu antara 10 – 450C, dengan suhu optimum 370C, pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada pH 7 – 7,5, pH minimum 4 dan pH maksimum 9. ( Faridz, 2012)
            Walaupun E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan, kini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan. Meskipun E. coli merupakan organisme indicator yang dipakai didalam analisis air untuk menguji adanya pencemaran oleh tinja, tetapi pemindahan sebarannya tidak melalui air. Melainkan, E. coli dipindahsebarkan dengan kegiatan tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif lewat makanan atau minuman (tidak selalu berkembangbiak di situ). (Pelczar dan Chan, 1988 : 809-810)
            Beberapa keuntungan dari bakteri E. coli yaitu menghasilkan kolisin, yang dapat melindungi saluran pencernaan dari bakteri usus yang patogenik, dipakai sebagai indikator untuk menguji adanya pencemaran air oleh tinja. Di dalam lingkungan dan kehidupan kita, bakteri E. coli banyak dimanfaatkan diberbagai bidang, baik pertanian, peternakan, kedokteran maupun dikalangan Industri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, E. coli telah banyak diketahui baik sifat morfologi, fisiologi maupun pemetaan DNA nya, sehingga bakteri ini dipakai untuk menyimpan untaian DNA yang dianggap potensial, baik dari tanaman, hewan maupun mikroorganisma dan sekaligus untuk perbanyakannya. Dengan diketahuinya bahwa E. coli dapat dipakai untuk menyimpan untaian DNA yang potensial, maka hal ini membuka kesempatan untuk mempelajari sifat dan karakter dari mikroba lain yang tentunya memberikan dampak yang positif untuk kemajuan di bidang kedokteran, pertanian maupun industri. Dibidang pertanian telah dilaporkan bahwa beberapa tanaman tidak tahan terhadap suatu penyakit atau serangan hama, namun bantuan E.coli sebagai inang yang membawa gen yang tahan terhadap penyakit atau hama tertentu, maka hal itu dapat diatasi sehingga perkembangan di bidang pertanian tidak terhambat. Keberadaan Bakteri E. coli disamping dapat membantu untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan juga dimanfaatkan di berbagai bidang ilmu. (Ruth Melliawati, 2009)
            Bakteri E. coli juga dapat membahayakan kesehatan, karena diketahui bahwa bakteri E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan dan telah terbukti bahwa galur galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan. E. coli juga dapat menyebabkan diare akut, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 katagori yaitu enteropatogenik (penyebab gasteroenteritis akut pada bayi yang baru lahir sampai pada yang berumur 2 tahun), enteroinaktif dan enterotoksigenik (penyebab diare pada anak anak yang lebih besar dan pada orang dewasa). Dilaporkan pula bila E.coli di dalam usus memasuki kandung kemih, maka dapat menyebabkan sintitis yaitu suatu peradangan pada selaput lendir organ tersebut. (Ruth Melliawati, 2009)



2. Salmonella typhosa
            Salmonella merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae. S. typhosa atau bisa disebut juga S. typhi merupakan bakteri batang gram negatif dan tidak membentuk spora, serta memiliki kapsul. Bakteri ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut sebagai facultative intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan. (Anonim 2, 2011)
            Ukuran panjangnya bervariasi, dan sebagian besar memiliki peritrichous flagella sehingga bersifat motil. S. typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan mannosa. Organisme ini juga menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit (Winn, 2006). Bakteri ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. (Anonim 2, 2011)
Gambar 2 : S. typhi di bawah mikroskop
(sumber : Anonim 2, 2011)
            Pada umumnya, bakteri Gram-negatif yang membawa plasmid yang dapat berkonyugasi dapat berpasangan dengan banyak macam bakteri gram-negatif dan dapat memindahkan DNA plasmid. Akan tetapi efisiensi kawin interspesifik (antar spesies) dan intergenik (antar gen) bermacam-macam sekali. Memperlihatkan kisaran yang diamati bila F-Iac dipindahkan dari sel satu genus bakteri enteric gram-negatif ke sel yang lain. Galur F+ dan F- telah dibuat pada banyak bakteri golongan enteric dengan perpindahan plasmid yang sesuai dari E. coli. Dalam beberapa hal, plasmid ini menjadi penggabungan dengan kromosom penerima, yang membentuk sel donor Hfr; Hfr seperti itu telah dihasilkan pada Salmonella, Yersinia pseudotuberculosis, dan Erwinia amylovora. (Roger, dkk, 1986 :179-180)
            Bila sel Hfr digunakan sebagai donor pada perkawinan antar genera, DNA kromosom dipindahkan dengan frekuensi yang dapat dibandingkan dengan yang diperlihatkan untuk F-Iac. Akan tetapi, rekombinan tidak ditemukan pada perkawinan seperti itu, kecuali kalau terdapat cukup persesuaiam pasangan basa antara kromosom donor dan kromosom penerima untuk memungkinkan perpasangan alih silang. Jadi, rekombinan kromosom dibentuk pada perkawinan di antara Escherichia, Salmonella, dan Shigella. (Roger, dkk, 1986 :180)
            Tabel 1 Efisiensi konyugasi diantara genera bakteria gram negative berbeda
Donor F-Iac
Penerima
Frekuensi perpindahanb F-Iac
Salmonella typhosa
Escherichia coli
10-4-10-5
Salmonella typhosa
Proteus mirabilis
10-4-10-5
Salmonella typhosa
Serratia marcescens
10-7-10-8
Salmonella typhosa
Vibrio comma
10-5-10-6
(sumber : Roger, dkk, 1986 :180)
            S. typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam enterik, yakni demam tifoid. Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang terkontaminasi menentukan infection rate. (Anonim 2, 2011)
            Kuman berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 -0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar darah koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolysis. (Rasmilah, 2001)
            Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 – 410C (suhu pertumbuhan optimum 370C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. (Rasmilah, 2001)
            Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan suhu 600C selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-bulan. (Rasmilah, 2001)
           
3. Staphylococcus aureus
            Staphylococcus aureus adalah bakteri koki Gram positif dan jika diamati di bawah mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur seperti yang terlihat pada Gambar 3. Staphylococcus aureus termasuk dalam famili Staphylococcaceae, berukuran diameter 0.5-1.5 μm dan membentuk pigmen kuning keemasan. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, non-motil, koagulase dan katalase positif, mampu memfermentasi mannitol serta mampu menjalankan dua macam metabolisme yaitu respirasi maupun fermentasi. (Anonim 1, 2011)
Gambar 3 :  Morfologi S. aureus perbesaran 5000x
(sumber : Anonim 1, 2011)
            Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu tubuh manusia dan juga pada pangan yang disimpan pada suhu kamar serta menghasilkan toksin pada suhu tersebut. Toksin ini disebut enterotoxin karena dapat menyebabkan gastroensentris atau radang lapisan saluran usus. (Anishida, 2011)
            Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. (Anishida, 2011)



            Tabel 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S. aureus

Faktor Pengaruh
Pertumbuhan
Optimum
Kisaran
Suhu
370C
4 –48°C
pH
6.0-7.0
4.0-9.8
aw
0.98≥0.99
0.83≥0.99
Atmosfer
Aerobik
Anaerobik hingga aerobik
Natruim Klorida
0.5-0.4%
0-20%
(sumber : Anonim 1, 2011)

            Kehidupan bakteri tidak hanya di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini di sebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor abiotik terdiri dari faktor-faktor alam (fisika) dan faktor-faktor kimia. (Zaif, 2010)
            Faktor abiotik adalah faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia. 
a. Suhu
            Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf. (Zaif, 2010)
             Berdasarkan itu adalah tiga golongan bakteri, yaitu:
1). Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
2). Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan 60°C, sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan maksimum di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih.
3). Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0° sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.
(Zaif, 2010)
b. pH
            Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil.  pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. (Zaif, 2010)
            Atas dasar daerah-daerah pH bagi kehidupan mikroorganisme dibedakan menjadi 3 golongan besar yaitu:
1). Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0
2). Mikroorganisme yang mesofilik (neutrofilik), yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0
3). Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5
(Zaif, 2010)
c. Kelembapan
            Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut. (Zaif, 2010)
d. Tekanan osmosis
            Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi secara berlebih-lebihan, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak. (Zaif, 2010)


e. Kebasahan dan kekeringan
            Bakteri sebenarnya mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup mereka tak dapat hidup subur; hal ini di sebabkan karena kurangnya udara bagi mereka. Tanah yang cukup basah baiklah bagi kehidupan bakteri. Pada proses pengeringan, air akan menguap dari protoplasma. Sehingga kegiatan metabolisme berhenti. Pengeringan dapat juga merusak protoplasma dan mematikan sel. Tetapi ada mikrobia yang dapat tahan dalam keadaan kering, misalnya mikrobia yang membentuk spora dan dalam bentuk kista. Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan pada suhu titik-beku. Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. (Zaif, 2010)

            Kurva pertumbuhan bakteri
            Log Jumlah sel
           
                                                              3
                                                2                              4
                                    1
 


                                                                                    Waktu
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Bakteri
(sumber : Kusnadi, 2003)

1) FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu seltidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatankomponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimiadan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum. (Kusnadi, 2003)

2) FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial atau
logaritmik, sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini,masa dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisisel dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsic bakteri dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama. (Kusnadi, 2003)

3) FASE STASIONER. Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. (Kusnadi, 2003)

4). FASE PENURUNAN POPULASI ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup. (Kusnadi, 2003)

F. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
            1. WAKTU DAN TEMPAT
a. Waktu     : Kamis, 10 Oktober 2013 pukul 09.00 WIB
                                      Jum’at, 11 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB
b. Tempat     : Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
2. ALAT DAN BAHAN
a. Alat               : Tabung reaksi, pinset, Bunsen, rak tabung reaksi, jarum ose, pipet tetes, sprayer, autoclave, incubator, thermometer, kertas HVS, beaker gelas, gelas ukur.
b. Bahan            : NaOH, suspense bakteri Escheria coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, kapas, spritus, tissue, alcohol 70%, asam cuka, aquadest, air panas, es batu, kertas pH, kertas label.
3. CARA KERJA
 a. Perlakuan pH (Asam Cuka dan NaOH)
1.      Ukur terlebih dahulu pH aquadest steril, asam cuka, dan NaOH. Hasil pengukuran di catat.
2.      Siapkan 3 (tiga) buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi dimasukkan 10 ml asam cuka, NaOH, dan aquadest steril secara aseptis.
3.      Pada tabung reaksi yang telah berisi asam cuka, NaOH, dan aquadest steril dimasukkan 2-3 tetes suspense bakteri secara aseptis.
4.      Sumbat mulut tabung reaksi dengan kapas kemudian bungkus dengan kertas putih.
5.      Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 370C dalam incubator.
6.      Setelah masa inkubasi amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi (warna/keruh)



b. Perlakuan Suhu (Es batu dan Air Panas)
1.      Siapkan 2 (dua) tabung reaksi, masukkan pecahan es batu dengan inset sampai setengah panjang tabung reaksi dan 10 ml air panas kedalam masing-masing tabung reaksi secara aseptis.
2.      Ukur suhu kedua tabung reaksi yang berisikan es batu dan air panas. Catat.
3.      Pada tabung reaksi yang telah berisi es batu dan air panas masukkan 2-3 tetes suspense bakteri secara aseptis.
4.      Sumbat mulut tabung reaksi dengan kapas kemudian bungkus dengan kertas putih.
5.      Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 370C dalam incubator.
6.      Setelah masa inkubasi amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi (warna/keruh)

G. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1 Pengaruh Faktor pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escheria coli.
No.
Perlakuan
Warna
1.
Aqudest steril + bakteri Escheria coli
Keruh
2.
NaOH + bakteri Escheria coli
Jernih
3.
Asam cuka + bakteri Escheria coli
Keruh
4.
Es batu + bakteri Escheria coli
Keruh
5.
Air panas + bakteri Escheria coli
Jernih

Tabel 2 Pengaruh Faktor pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
No.
Perlakuan
Warna
1.
Aqudest steril + bakteri Staphylococcus aureus
Keruh
2.
NaOH + bakteri Staphylococcus aureus.
Keruh
3.
Asam cuka + bakteri Staphylococcus aureus
Keruh
4.
Es batu + bakteri Staphylococcus aureus
Keruh
5.
Air panas + bakteri Staphylococcus aureus
Keruh

Tabel 3 Pengaruh Faktor pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhosa.
No.
Perlakuan
Warna
1.
Aqudest steril + bakteri Salmonella typhosa
Keruh
2.
NaOH + bakteri Salmonella typhosa
Keruh
3.
Asam cuka + bakteri Salmonella typhosa
Keruh
4.
Es batu + bakteri Salmonella typhosa
Keruh
5.
Air panas + bakteri Salmonella typhosa
Jernih

2. PEMBAHASAN
                        Pada tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri  E. coli :
a. Pada aquadest steril terjadi perubahan warna yaitu keruh. Disebabkan oleh pH yang dimiliki aquadest steril yaitu 7 bisa dikatakan pH netral, Menurut Nila (2011) karena bakteri Escherichia coli dapat tumbuh pada pH optimum berkisar 7,2-7,6.
b. Pada NaOH tidak terjadi perubahan warna atau tetap jernih sama seperti keadaan pada warna awal. Disebabkan pH NaOH yaitu 13 bisa dikatakan dalam keadaan basa. Menurut Zaif (2010) karena pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Oleh sebab itu, bakteri E.coli tidak dapat melakukan pertumbuhan.
c. Pada asam cuka terjadi perubahan warna yaitu keruh, pH yang dimiliki asam cuka adalah 2 dalam keadaan asam. Menurut Faridz (2012) pH optimum untuk pertumbuhan E. coli adalah pada pH 7 – 7,5, pH minimum 4. Oleh sebab itu, semestinya tidak terjadi perubahan warna keruh atau tetap jernih seperti keadaan pada NaOH atau dalam keadaan basa, tidak terjadi pertumbuhan bakteri didalamnya.
d. Pada es batu terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena suhu pada es batu adalah 20C. Menurut Faridz (2012) E. coli tumbuh pada suhu antara 10 – 450C, dengan suhu optimum 370C. Menurut Ruth (2009) Bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum atau sedikit di atas temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam keadaan tidur atau dormancy. Oleh sebab itu, bakteri E.coli dapat hidup dalam keadaan dingin sekalipun.
e. Pada air panas tidak terjadi perubahan warna yaitu jernih seperti keadaan warna awal. Suhu yang dimilki adalah 930C. Menurut Nila (2011) Bakteri E. coli dapat tumbuh baik pada suhu antara 8C- 460 C, dengan suhu optimum dibawah temperature 37C. Bakteri ini berada dibawah temperature minimum atau sedikit diatas temperature maksimum tidak segera mati, melainkan berada dalam keadaan dormancy. Oleh sebab itu, tidak mengalami pertumbuhan pada suhu 930C.

                        Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri  Staphylococcus aureus
a. Pada aquadest steril terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena pH pada aquadest steril adalah 7, pH netral. Menurut Belindch (2009) Hal ini sesuai teori yang menyatakan bahwa S. aureus tumbuh dengan baik pada temperatur optimum 30-37oC dan pH 6-7.
b. Pada NaOH terajdi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena pH yang dimiliki NaOH adalah 13, pH basa. Menurut Anishida (2011) Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Maka dari itu, pertumbuhan bakteri masih bisa terjadi karena batas pH yang di tentukan adalah 9,8 tetapi masih dalam keadaan kondisi basa.
c. Pada asam cuka terjadi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena pH pada asam cuka 2, pH asam. Menurut Belindch (2009) S. aureus merupakan mikroorganisme fakultatif anaerob yang dapat tumbuh pada lingkungan aerob maupun pada kondisi fermentasi dan menghasilkan asam laktat, maka dari itu pada medium perlakuan pH 2, masih didapatkan pertumbuhan S. aureus namun tidak ada pada medium perlakuan pH 11. Hal ini mungkin disebabkan oleh kecenderungan S. aureus yang hidup pada kondisi asam. Maka dari itu, terjadi pertumbuhan pada kondisi asam.
d. Pada es batu terjadi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena suhu pada es batu adalah 200C. Menurut Anishida (2011) Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40C.
e. Pada air panas terjadi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena suhu pada air panas adalah 900C. Menurut Anishida (2011)  Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40C. Jadi, perubahan warna yang terjadi menjadi keruh disebabkan oleh adanya media incubator yang berfungsi untuk memeram bakteri pada suhu yang terkontrol.

                        Pada tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri Salmonella typhosa :
a. Pada aquadest steril terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena pH aquadest steril adalah 7, pH netral. Menurut Rasmaliah Bakteri S. typhosa tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15  - 410 C (suhu pertumbuhan optimum 370C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Oleh sebab itu, terjadi pertumbuhan pada suasana netral.
b. Pada NaOH terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena pH NaOH adalah 13, pH basa. Menurut Karlina (2012) S. typhi  dapat tumbuh pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8. Jadi, pertumbuhan bakteri masih bisa terjadi dalam keadaan basa walaupun batas pH adalah 9.
c. Pada asam cuka terjadi perubahan wara yaitu keruh, karena pH asam cuka adalah 2, pH asam. Menurut Karlina (2012) S. typhi  dapat tumbuh pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8. Oleh sebab itu, masih terjadi pertumbuhan dalam keadaan asam walaupun dalam jumlah sedikit.
d. Pada es batu terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena suhu pada es batu adalah 80C. Menurut Rasmaliah (2001) Bakteri S. typhosa tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15  - 410 C (suhu pertumbuhan optimum 370C). Jadi, pertumbuhan masih tetap ada pada suhu dingin meskipun hanya ada sedikit pertumbuhan didalamnya.
e. Pada air panas tidak terjadi perubahan warna yaitu jernih sama seperti warna awal, karena suhu air panas adalah 900C. Menurut Anonim 3 (2012) Karena bakteri S. typhosa akan mati pada suhu 560C, juga pada keadaan kering. Maka dari itu, tidak terjadi pertumbuhan pada suhu yang sangat panas.

H. KESIMPULAN
            1. Bakteri Escherichia coli hanya dapat tumbuh pada pH lingkungan optimum 7 – 7,5, pH minimum 4, dan pH maksimum 9. Lebih atau kurang dari pH tersebut E.coli tidak dapat tumbuh atau juga mati.
            2. Bakteri Escherichia coli  dapat tumbuh baik pada suhu lingkungan antara 8C- 460 C, dengan suhu optimum dibawah temperature 37C. Bila suhu lingkungan dibawah atau diatas antara 80C-460C, bakteri E. coli akan mati.
            3. Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada pH netral yaitu 7. Bertahan pada pH 2 karena sifatnya yang anaerob fakultatif, dan pada pH basa bisa terjadi pertumbuhan tetapi hanya sedikit yang terjadi.
            4. Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada suhu lingkungan 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40C dan mati pada suhu 1000C.
            5. Bakteri Salmonella typhosa dapat tumbuh dengan baik pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8.
            6. Bakteri Salmonella typhosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu lingkungan 15  - 410 C (suhu pertumbuhan optimum 370C) dan akan mati pada suhu 560C.







I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1, 2011. Karakteristik Morfologi Escherichia coli (online) (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27232/B10fwa_BAB%20II.%20Tinjauan%20Pustaka.pdf;jsessionid=F8CE6290CA4E48A25A738C63641A77EC?sequence=8, di akses tanggal 17 Oktober 2013)
Anonim 2, 2011. Karakteristik Staphylococcus aureus (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31283/3/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 17 Oktober 2013)
Anonim 3, 2012. Memahami dan Menjelaskan Salmonella typhi (online) (http://www.kesehatanmasyarakat.info/?p=476, diakses tanggal 19 Oktober 2013)
Anishida, 2011. Bakteri Staphylococcus aureus (online) (http://anisahida.wordpress.com/2011/04/08/bakteri-sthapilococcus-aureus/, diakses 17 Oktober 2013)
Belindch, 2009. Pengaruh Faktor Suhu dan pH Terhadap Pertumbuhan dan Pertahanan Hidup Staphylococcus aureus (online) (http://belindch.wordpress.com/2009/12/07/pengaruh-faktor-suhu-dan-ph-terhadap-pertumbuhan-dan-pertahanan-hidup-staphylococcus-aureus/, diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Faridz, 2012. Analisis Jumlah Bakteri (online) (http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/1-Faridz-analisis-Jumlah-Bakteri.pdf, diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Karlina, 2012. Art and Foodstuff. (online) (http://artfoodstuff.blogspot.com/2012/05/bab-1-pendahuluan.html, diakses tanggal 19 Oktober 2013)
Kusnadi. 2003 Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri (online) (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB_IV_PERTUMB.BAKTERI.pdf, diakses tanggal 16 Oktober 2013)
Melliawati, Ruth, 2009. Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia (online) (http://www.biotek.lipi.go.id/images/stories/biotrends/vol4no1/EcoliR.Melliawati1014.pdf, diakses tanggal 16 Oktober 2013)
Naim, Nilla Apriani, 2011. Escherichia coli (online) (http://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/06/25/escherichia-coli/, diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Pelczar, Michael J & Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2. Universitas Indonesia : Jakarta
Rasmaliah, 2001. Thypus (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3745/1/fkm-rasmaliah5.pdf, diakses 10 Oktober 2013)
Stanier, Roger Y, dkk. 1986. Dunia Mikrobe 3. Bhratara Karya Aksara : Jakarta
Zaif, 2010. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mikroba (online) (http://zaifbio.wordpress.com/2010/11/08/faktor-lingkungan-yang-mempengaruhi-mikroba/, diakses tanggal 17 Oktober 2013)
J. LAMPIRAN


            Alat dan bahan                                                5 Tabung reaksi
            Alcohol 70%                                                   Gelas kimia
            Bunsen                                                               Inkubator

            Air panas                                                         Pipet tetes
            Es batu                                                                        Asam cuka
            Spritus                                                 Hasil praktikum setelah di incubator                                                                          selama 24 jam
 
              Termometer                                                            suspensi bakteri