LAPORAN
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI TERAPAN
A. ABSTRAK : Praktikum
ini bertujuan mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan
bakteri Escheria coli, Salmonella
typhosa, Staphylococcus aureus. Hasil praktikum ini menunjukkan perbedaan
perubahan warna/keruh pada perlakuan pH (asam cuka dan NaOH) dan perlakuan suhu
(es batu dan air panas). Hasil ini membuktikan bahwa faktor lingkungan terhadap
bakteri Escheria coli, Salmonella
typhosa, Staphylococcus aureus berbeda-beda, karena berpengaruh oleh pH dan
suhu yang di hubungkan dengan sifat dari ketiga bakteri ini.
B.
PRAKTIKUM KE : 1
C.
JUDUL :
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escheria
coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus.
D.
TUJUAN : Untuk
mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri Escheria coli, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus.
E.
DASAR TEORI :
1.
Escheria coli
Bakteri E. coli
merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran
pencernaan
manusia maupun hewan. E. coli pertama
kali diisolasi oleh Theodor
Escherich
dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. (Anonim 1, 2011)
Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob. (Anonim 1, 2011)
Gambar
1 : Morfologi E. coli
(sumber
: Anonim 1, 2011)
Bakteri E. coli dapat
membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa
jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah
mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres,
pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki
virulensi yang rendah dan bersifat oportunis. (Ditjenak, 1982) melaporkan bahwa
E. coli keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu
bertahan sampai beberapa minggu. Kelangsungan hidup dan replikasi E. coli di
lingkungan membentuk koliform. E. coli tidak tahan terhadap
keadaan kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini akan mati pada suhu 6000C
selama 30 menit. (Anonim
1, 2011)
E. coli tumbuh pada suhu antara 10 –
450C, dengan suhu optimum 370C, pH optimum untuk
pertumbuhannya adalah pada pH 7 – 7,5, pH minimum 4 dan pH maksimum 9. (
Faridz, 2012)
Walaupun E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan,
kini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu menyebabkan
gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan. Meskipun E. coli merupakan organisme indicator
yang dipakai didalam analisis air untuk menguji adanya pencemaran oleh tinja,
tetapi pemindahan sebarannya tidak melalui air. Melainkan, E. coli dipindahsebarkan dengan kegiatan tangan ke mulut atau
dengan pemindahan pasif lewat makanan atau minuman (tidak selalu berkembangbiak
di situ). (Pelczar dan Chan, 1988 : 809-810)
Beberapa keuntungan dari bakteri E.
coli yaitu menghasilkan kolisin, yang dapat melindungi saluran pencernaan
dari bakteri usus yang patogenik, dipakai sebagai indikator untuk menguji
adanya pencemaran air oleh tinja. Di dalam lingkungan dan kehidupan kita,
bakteri E. coli banyak dimanfaatkan diberbagai bidang, baik pertanian,
peternakan, kedokteran maupun dikalangan Industri. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, E. coli telah banyak diketahui baik sifat morfologi,
fisiologi maupun pemetaan DNA nya, sehingga bakteri ini dipakai untuk menyimpan
untaian DNA yang dianggap potensial, baik dari tanaman, hewan maupun
mikroorganisma dan sekaligus untuk perbanyakannya. Dengan diketahuinya bahwa E.
coli dapat dipakai untuk menyimpan untaian DNA yang potensial, maka hal ini
membuka kesempatan untuk mempelajari sifat dan karakter dari mikroba lain yang
tentunya memberikan dampak yang positif untuk kemajuan di bidang kedokteran,
pertanian maupun industri. Dibidang pertanian telah dilaporkan bahwa beberapa
tanaman tidak tahan terhadap suatu penyakit atau serangan hama, namun bantuan E.coli
sebagai inang yang membawa gen yang tahan terhadap penyakit atau hama
tertentu, maka hal itu dapat diatasi sehingga perkembangan di bidang pertanian
tidak terhambat. Keberadaan Bakteri E. coli disamping dapat membantu
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan juga dimanfaatkan di berbagai bidang
ilmu. (Ruth Melliawati, 2009)
Bakteri E. coli juga dapat membahayakan kesehatan, karena diketahui bahwa
bakteri E. coli merupakan bagian dari
mikrobiota normal saluran pencernaan dan telah terbukti bahwa galur galur
tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada
manusia dan hewan. E. coli juga dapat menyebabkan diare akut, yang dapat
dikelompokkan menjadi 3 katagori yaitu enteropatogenik (penyebab
gasteroenteritis akut pada bayi yang baru lahir sampai pada yang berumur 2
tahun), enteroinaktif dan enterotoksigenik (penyebab diare pada anak anak yang
lebih besar dan pada orang dewasa). Dilaporkan pula bila E.coli di dalam
usus memasuki kandung kemih, maka dapat menyebabkan sintitis yaitu suatu
peradangan pada selaput lendir organ tersebut. (Ruth Melliawati, 2009)
2.
Salmonella typhosa
Salmonella
merupakan bakteri batang gram-negatif. Karena habitat aslinya yang berada di
dalam usus manusia maupun binatang, bakteri ini dikelompokkan ke dalam enterobacteriaceae. S. typhosa atau bisa disebut juga S. typhi merupakan bakteri
batang gram negatif dan tidak membentuk spora, serta memiliki kapsul. Bakteri
ini juga bersifat fakultatif, dan sering disebut sebagai facultative
intra-cellular parasites. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid,
protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai lapisan-lapisan.
(Anonim 2, 2011)
Ukuran panjangnya bervariasi, dan
sebagian besar memiliki peritrichous flagella sehingga bersifat motil. S.
typhi membentuk asam dan gas dari glukosa dan mannosa. Organisme ini
juga menghasilkan gas H2S, namun hanya sedikit (Winn, 2006). Bakteri
ini tahan hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. (Anonim 2, 2011)
Gambar 2 : S. typhi di bawah mikroskop
(sumber : Anonim 2, 2011)
Pada umumnya, bakteri Gram-negatif
yang membawa plasmid yang dapat berkonyugasi dapat berpasangan dengan banyak
macam bakteri gram-negatif dan dapat memindahkan DNA plasmid. Akan tetapi
efisiensi kawin interspesifik (antar spesies) dan intergenik (antar gen)
bermacam-macam sekali. Memperlihatkan kisaran yang diamati bila F-Iac
dipindahkan dari sel satu genus bakteri enteric gram-negatif ke sel yang lain.
Galur F+ dan F- telah dibuat pada banyak bakteri golongan
enteric dengan perpindahan plasmid yang sesuai dari E. coli. Dalam beberapa hal, plasmid ini menjadi penggabungan
dengan kromosom penerima, yang membentuk sel donor Hfr; Hfr seperti itu telah
dihasilkan pada Salmonella, Yersinia
pseudotuberculosis, dan Erwinia amylovora. (Roger,
dkk, 1986 :179-180)
Bila sel Hfr digunakan sebagai donor
pada perkawinan antar genera, DNA kromosom dipindahkan dengan frekuensi yang
dapat dibandingkan dengan yang diperlihatkan untuk F-Iac. Akan tetapi,
rekombinan tidak ditemukan pada perkawinan seperti itu, kecuali kalau terdapat
cukup persesuaiam pasangan basa antara kromosom donor dan kromosom penerima
untuk memungkinkan perpasangan alih silang. Jadi, rekombinan kromosom dibentuk
pada perkawinan di antara Escherichia,
Salmonella, dan Shigella. (Roger,
dkk, 1986 :180)
Tabel 1 Efisiensi konyugasi diantara genera bakteria gram
negative berbeda
Donor F-Iac
|
Penerima
|
Frekuensi perpindahanb F-Iac
|
Salmonella
typhosa
|
Escherichia
coli
|
10-4-10-5
|
Salmonella
typhosa
|
Proteus
mirabilis
|
10-4-10-5
|
Salmonella
typhosa
|
Serratia
marcescens
|
10-7-10-8
|
Salmonella
typhosa
|
Vibrio
comma
|
10-5-10-6
|
(sumber : Roger, dkk,
1986 :180)
S.
typhi yang menginfeksi manusia dan menyebabkan demam
enterik, yakni demam tifoid. Jumlah organisme dalam makanan dan minuman yang
terkontaminasi menentukan infection rate. (Anonim 2, 2011)
Kuman berbentuk batang, tidak
berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada
pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 -0.8
mikrometer dan bergerak, pada biakan agar darah koloninya besar bergaris tengah
2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan
hemolysis. (Rasmilah, 2001)
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob, pada suhu 15 – 410C (suhu pertumbuhan optimum 370C)
dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif
pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. (Rasmilah, 2001)
Kuman akan mati karena sinar
matahari atau pada pemanasan dengan suhu 600C selama 15 sampai 20
menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi
serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4
minggu sampai berbulan-bulan. (Rasmilah, 2001)
3.
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah
bakteri koki Gram positif dan jika diamati di bawah mikroskop akan tampak dalam
bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau berkelompok seperti buah anggur
seperti yang terlihat pada Gambar 3. Staphylococcus aureus termasuk
dalam famili Staphylococcaceae, berukuran diameter 0.5-1.5 μm dan membentuk
pigmen kuning keemasan. Bakteri ini tidak membentuk spora, bersifat aerob atau
anaerob fakultatif, non-motil, koagulase dan katalase positif, mampu memfermentasi
mannitol serta mampu menjalankan dua macam metabolisme yaitu respirasi maupun
fermentasi. (Anonim 1, 2011)
Gambar 3 :
Morfologi S. aureus perbesaran 5000x
(sumber : Anonim 1, 2011)
Bakteri ini tumbuh dengan baik pada
suhu tubuh manusia dan juga pada pangan yang disimpan pada suhu kamar serta
menghasilkan toksin pada suhu tersebut. Toksin ini disebut enterotoxin karena
dapat menyebabkan gastroensentris atau radang lapisan saluran usus. (Anishida,
2011)
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus
aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum
6,70 C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat
tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Untuk pertumbuhan optimum
diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin,
tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini
tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau
protein. (Anishida, 2011)
Tabel 2 Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan S. aureus
Faktor
Pengaruh
|
Pertumbuhan
|
|
Optimum
|
Kisaran
|
|
Suhu
|
370C
|
4
–48°C
|
pH
|
6.0-7.0
|
4.0-9.8
|
aw
|
0.98≥0.99
|
0.83≥0.99
|
Atmosfer
|
Aerobik
|
Anaerobik
hingga aerobik
|
Natruim
Klorida
|
0.5-0.4%
|
0-20%
|
(sumber : Anonim
1, 2011)
Kehidupan bakteri tidak hanya di
pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan
lingkungan. Bakteri dapat pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup,
perubahan ini di sebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan
dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik.
Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor
abiotik terdiri dari faktor-faktor alam (fisika) dan faktor-faktor kimia. (Zaif,
2010)
Faktor abiotik adalah faktor yang
dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia.
a.
Suhu
Suhu pertumbuhan suatu mikrobia
dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas
perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil,
mesofil, dan termofil. Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap
spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di
dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya. Untuk sterilisali, maka
syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh setiap spesies bakteri
ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di
dalam autoklaf. (Zaif, 2010)
Berdasarkan itu adalah tiga
golongan bakteri, yaitu:
1). Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
1). Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
2).
Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan
60°C, sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan
maksimum di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang
ada juga yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih.
3).
Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0°
sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari
golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.
(Zaif,
2010)
b.
pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada
daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir pada pH
4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap
mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya.
Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat dibedakan
mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. pH optimum
pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies
dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di
kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka
mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau
basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. (Zaif, 2010)
Atas dasar daerah-daerah pH bagi
kehidupan mikroorganisme dibedakan menjadi 3 golongan besar yaitu:
1).
Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara
2,0-5,0
2).
Mikroorganisme yang mesofilik (neutrofilik), yaitu jasad yang dapat tumbuh pada
pH antara 5,5-8,0
3).
Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara
8,4-9,5
(Zaif,
2010)
c.
Kelembapan
Mikroorganisme mempunyai nilai
kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan
kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises
diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Banyak mikroorganisme yang
tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk
spora, konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam
pembekuan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme
terhenti. Pengeringan secara perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat
pengaruh tekanan osmosa dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
(Zaif, 2010)
d.
Tekanan osmosis
Pada umumnya mikrobia terhambat
pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat
mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa
yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri
terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan
jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi
kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika
bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka
bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang
agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya,
bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat
menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami
plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan
menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair.
Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi secara
berlebih-lebihan, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air,
maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara
mendadak. (Zaif, 2010)
e.
Kebasahan dan kekeringan
Bakteri sebenarnya mahluk yang suka
akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang
tertutup mereka tak dapat hidup subur; hal ini di sebabkan karena kurangnya
udara bagi mereka. Tanah yang cukup basah baiklah bagi kehidupan bakteri. Pada
proses pengeringan, air akan menguap dari protoplasma. Sehingga kegiatan
metabolisme berhenti. Pengeringan dapat juga merusak protoplasma dan mematikan
sel. Tetapi ada mikrobia yang dapat tahan dalam keadaan kering, misalnya
mikrobia yang membentuk spora dan dalam bentuk kista. Pengeringan pada
suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan
pada suhu titik-beku. Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada
pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. (Zaif,
2010)
Kurva pertumbuhan bakteri
3
2 4
1
Waktu
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Bakteri
(sumber : Kusnadi, 2003)
1)
FASE LAG. Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu
seltidak atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan
peningkatankomponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap
zat kimiadan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang
sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat
yang setaraf dengan sintesis sel maksimum. (Kusnadi, 2003)
2)
FASE LOG/PERTUMBUHAN EKSPONENSIAL. Pada fase eksponensial atau
logaritmik,
sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini,masa dan
volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisisel
dan konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan
seimbang, kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami.
Sel membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsic bakteri
dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban
berbagai mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar 20 menit,
sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur
yang sama. (Kusnadi, 2003)
3)
FASE STASIONER. Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah,
kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak
dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama
fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode yang berbeda,
bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan populasi.
Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasi selnya
tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau mengalami
penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. (Kusnadi, 2003)
4).
FASE PENURUNAN POPULASI ATAU FASE KEMATIAN. Pada saat medium kehabisan nutrien
maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang
mati lebih banyak daripada sel yang hidup. (Kusnadi, 2003)
F.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. WAKTU DAN TEMPAT
a.
Waktu : Kamis, 10 Oktober 2013 pukul
09.00 WIB
Jum’at, 11 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB
b. Tempat : Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Palembang
2. ALAT DAN BAHAN
a. Alat :
Tabung reaksi, pinset, Bunsen, rak tabung reaksi, jarum ose, pipet tetes,
sprayer, autoclave, incubator, thermometer, kertas HVS, beaker gelas, gelas
ukur.
b. Bahan :
NaOH, suspense bakteri Escheria coli, Salmonella
typhosa, Staphylococcus aureus, kapas, spritus, tissue, alcohol 70%, asam
cuka, aquadest, air panas, es batu, kertas pH, kertas label.
3. CARA KERJA
a.
Perlakuan pH (Asam Cuka dan NaOH)
1. Ukur
terlebih dahulu pH aquadest steril, asam cuka, dan NaOH. Hasil pengukuran di
catat.
2. Siapkan
3 (tiga) buah tabung reaksi, masing-masing tabung reaksi dimasukkan 10 ml asam
cuka, NaOH, dan aquadest steril secara aseptis.
3. Pada
tabung reaksi yang telah berisi asam cuka, NaOH, dan aquadest steril dimasukkan
2-3 tetes suspense bakteri secara aseptis.
4. Sumbat
mulut tabung reaksi dengan kapas kemudian bungkus dengan kertas putih.
5. Inkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 370C dalam incubator.
6. Setelah
masa inkubasi amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi (warna/keruh)
b.
Perlakuan Suhu (Es batu dan Air Panas)
1. Siapkan
2 (dua) tabung reaksi, masukkan pecahan es batu dengan inset sampai setengah
panjang tabung reaksi dan 10 ml air panas kedalam masing-masing tabung reaksi
secara aseptis.
2. Ukur
suhu kedua tabung reaksi yang berisikan es batu dan air panas. Catat.
3. Pada
tabung reaksi yang telah berisi es batu dan air panas masukkan 2-3 tetes
suspense bakteri secara aseptis.
4. Sumbat
mulut tabung reaksi dengan kapas kemudian bungkus dengan kertas putih.
5. Inkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 370C dalam incubator.
6. Setelah
masa inkubasi amati perubahan yang terjadi pada tabung reaksi (warna/keruh)
G. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PRAKTIKUM
Tabel
1 Pengaruh Faktor pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escheria coli.
No.
|
Perlakuan
|
Warna
|
1.
|
Aqudest
steril + bakteri Escheria coli
|
Keruh
|
2.
|
NaOH +
bakteri Escheria coli
|
Jernih
|
3.
|
Asam cuka +
bakteri Escheria coli
|
Keruh
|
4.
|
Es batu +
bakteri Escheria coli
|
Keruh
|
5.
|
Air panas +
bakteri Escheria coli
|
Jernih
|
Tabel 2 Pengaruh Faktor
pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus
No.
|
Perlakuan
|
Warna
|
1.
|
Aqudest steril + bakteri Staphylococcus aureus
|
Keruh
|
2.
|
NaOH + bakteri Staphylococcus aureus.
|
Keruh
|
3.
|
Asam cuka + bakteri Staphylococcus aureus
|
Keruh
|
4.
|
Es batu + bakteri Staphylococcus aureus
|
Keruh
|
5.
|
Air panas + bakteri Staphylococcus aureus
|
Keruh
|
Tabel 3 Pengaruh Faktor
pH dan Suhu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella
typhosa.
No.
|
Perlakuan
|
Warna
|
1.
|
Aqudest steril + bakteri Salmonella typhosa
|
Keruh
|
2.
|
NaOH + bakteri Salmonella typhosa
|
Keruh
|
3.
|
Asam cuka + bakteri Salmonella typhosa
|
Keruh
|
4.
|
Es batu + bakteri Salmonella typhosa
|
Keruh
|
5.
|
Air panas + bakteri Salmonella typhosa
|
Jernih
|
2. PEMBAHASAN
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh
faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri E. coli :
a. Pada aquadest steril
terjadi perubahan warna yaitu keruh. Disebabkan oleh pH yang dimiliki aquadest
steril yaitu 7 bisa dikatakan pH netral, Menurut Nila (2011) karena bakteri Escherichia
coli dapat tumbuh pada pH optimum berkisar 7,2-7,6.
b. Pada NaOH tidak
terjadi perubahan warna atau tetap jernih sama seperti keadaan pada warna awal.
Disebabkan pH NaOH yaitu 13 bisa dikatakan dalam keadaan basa. Menurut Zaif (2010)
karena pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Oleh
sebab itu, bakteri E.coli tidak dapat
melakukan pertumbuhan.
c. Pada asam cuka terjadi
perubahan warna yaitu keruh, pH yang dimiliki asam cuka adalah 2 dalam keadaan
asam. Menurut Faridz (2012) pH optimum untuk pertumbuhan E. coli adalah pada pH 7 – 7,5, pH minimum 4. Oleh sebab itu, semestinya
tidak terjadi perubahan warna keruh atau tetap jernih seperti keadaan pada NaOH
atau dalam keadaan basa, tidak terjadi pertumbuhan bakteri didalamnya.
d. Pada es batu terjadi
perubahan warna yaitu keruh, karena suhu pada es batu adalah 20C. Menurut
Faridz (2012) E. coli tumbuh pada
suhu antara 10 – 450C, dengan suhu optimum 370C. Menurut
Ruth (2009) Bakteri yang dipelihara di bawah temperatur minimum atau sedikit di
atas temperatur maksimum, tidak akan segera mati melainkan berada di dalam
keadaan tidur atau dormancy. Oleh sebab itu, bakteri E.coli dapat hidup dalam keadaan dingin sekalipun.
e. Pada air panas tidak
terjadi perubahan warna yaitu jernih seperti keadaan warna awal. Suhu yang
dimilki adalah 930C. Menurut Nila (2011) Bakteri E. coli dapat tumbuh baik pada suhu
antara 80 C- 460 C, dengan suhu optimum dibawah
temperature 370 C. Bakteri ini berada dibawah temperature
minimum atau sedikit diatas temperature maksimum tidak segera mati, melainkan
berada dalam keadaan dormancy. Oleh sebab itu, tidak mengalami pertumbuhan pada
suhu 930C.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh
faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus
a. Pada aquadest steril
terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena pH pada aquadest steril adalah 7,
pH netral. Menurut Belindch (2009) Hal ini sesuai teori yang menyatakan bahwa S.
aureus tumbuh dengan baik pada temperatur optimum 30-37oC dan pH
6-7.
b. Pada NaOH terajdi
perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena pH yang dimiliki NaOH adalah
13, pH basa. Menurut Anishida (2011) Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8
dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Maka dari itu, pertumbuhan bakteri masih bisa
terjadi karena batas pH yang di tentukan adalah 9,8 tetapi masih dalam keadaan kondisi
basa.
c. Pada asam cuka
terjadi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena pH pada asam cuka 2, pH
asam. Menurut Belindch (2009) S. aureus merupakan mikroorganisme
fakultatif anaerob yang dapat tumbuh pada lingkungan aerob maupun pada kondisi
fermentasi dan menghasilkan asam laktat, maka dari itu pada medium perlakuan pH
2, masih didapatkan pertumbuhan S. aureus namun tidak ada pada
medium perlakuan pH 11. Hal ini mungkin disebabkan oleh kecenderungan S.
aureus yang hidup pada kondisi asam. Maka dari itu, terjadi
pertumbuhan pada kondisi asam.
d. Pada es batu terjadi
perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena suhu pada es batu adalah 200C.
Menurut Anishida (2011) Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus
aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum
6,70 C dan suhu maksimum 45,40C.
e. Pada air panas
terjadi perubahan warna yaitu keruh, ini terjadi karena suhu pada air panas
adalah 900C. Menurut Anishida (2011) Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus
aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum
6,70 C dan suhu maksimum 45,40C. Jadi, perubahan
warna yang terjadi menjadi keruh disebabkan oleh adanya media incubator yang
berfungsi untuk memeram bakteri pada suhu yang terkontrol.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh
faktor pH dan suhu mempengaruhi pertumbuhan bakteri Salmonella typhosa :
a. Pada aquadest steril
terjadi perubahan warna yaitu keruh, karena pH aquadest steril adalah 7, pH
netral. Menurut Rasmaliah Bakteri S.
typhosa tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 410 C (suhu pertumbuhan optimum
370C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Oleh sebab itu, terjadi pertumbuhan
pada suasana netral.
b. Pada NaOH terjadi
perubahan warna yaitu keruh, karena pH NaOH adalah 13, pH basa. Menurut Karlina
(2012) S. typhi dapat tumbuh
pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8. Jadi,
pertumbuhan bakteri masih bisa terjadi dalam keadaan basa walaupun batas pH
adalah 9.
c. Pada asam cuka
terjadi perubahan wara yaitu keruh, karena pH asam cuka adalah 2, pH asam. Menurut
Karlina (2012) S. typhi dapat
tumbuh pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8. Oleh
sebab itu, masih terjadi pertumbuhan dalam keadaan asam walaupun dalam jumlah
sedikit.
d. Pada es batu terjadi
perubahan warna yaitu keruh, karena suhu pada es batu adalah 80C. Menurut
Rasmaliah (2001) Bakteri S. typhosa
tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 410 C (suhu pertumbuhan optimum
370C). Jadi, pertumbuhan masih tetap ada pada suhu dingin meskipun
hanya ada sedikit pertumbuhan didalamnya.
e. Pada air panas tidak
terjadi perubahan warna yaitu jernih sama seperti warna awal, karena suhu air
panas adalah 900C. Menurut Anonim 3 (2012) Karena bakteri S. typhosa akan mati pada suhu 560C,
juga pada keadaan kering. Maka dari itu, tidak terjadi pertumbuhan pada suhu
yang sangat panas.
H.
KESIMPULAN
1. Bakteri Escherichia coli hanya dapat tumbuh pada pH lingkungan optimum 7 –
7,5, pH minimum 4, dan pH maksimum 9. Lebih atau kurang dari pH tersebut E.coli
tidak dapat tumbuh atau juga mati.
2. Bakteri Escherichia coli dapat tumbuh baik pada suhu lingkungan antara
80 C- 460 C, dengan suhu optimum dibawah
temperature 370 C. Bila suhu lingkungan dibawah atau diatas
antara 80C-460C, bakteri E. coli akan mati.
3. Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada pH netral
yaitu 7. Bertahan pada pH 2 karena sifatnya yang anaerob fakultatif, dan pada
pH basa bisa terjadi pertumbuhan tetapi hanya sedikit yang terjadi.
4.
Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada suhu
lingkungan 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C
dan suhu maksimum 45,40C dan mati pada suhu 1000C.
5.
Bakteri Salmonella typhosa dapat tumbuh dengan baik pada pH 4,1- 9,0
dengan pH optimum 6,5-7,5 dan pH minimum 3,8.
6.
Bakteri Salmonella typhosa dapat tumbuh dengan baik pada suhu lingkungan
15 - 410 C (suhu pertumbuhan
optimum 370C) dan akan mati pada suhu 560C.
I.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
1, 2011. Karakteristik Morfologi Escherichia coli (online)
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27232/B10fwa_BAB%20II.%20Tinjauan%20Pustaka.pdf;jsessionid=F8CE6290CA4E48A25A738C63641A77EC?sequence=8,
di akses tanggal 17 Oktober 2013)
Anonim
2, 2011. Karakteristik Staphylococcus
aureus (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31283/3/Chapter%20II.pdf,
diakses tanggal 17 Oktober 2013)
Anonim
3, 2012. Memahami dan Menjelaskan Salmonella typhi (online) (http://www.kesehatanmasyarakat.info/?p=476, diakses tanggal 19 Oktober 2013)
Anishida,
2011. Bakteri Staphylococcus aureus
(online) (http://anisahida.wordpress.com/2011/04/08/bakteri-sthapilococcus-aureus/,
diakses 17 Oktober 2013)
Belindch,
2009. Pengaruh Faktor Suhu dan pH
Terhadap Pertumbuhan dan Pertahanan Hidup Staphylococcus aureus (online) (http://belindch.wordpress.com/2009/12/07/pengaruh-faktor-suhu-dan-ph-terhadap-pertumbuhan-dan-pertahanan-hidup-staphylococcus-aureus/,
diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Faridz,
2012. Analisis Jumlah Bakteri
(online) (http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/1-Faridz-analisis-Jumlah-Bakteri.pdf,
diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Karlina,
2012. Art and Foodstuff. (online) (http://artfoodstuff.blogspot.com/2012/05/bab-1-pendahuluan.html,
diakses tanggal 19 Oktober 2013)
Kusnadi.
2003 Pertumbuhan dan Kontrol Bakteri (online) (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB_IV_PERTUMB.BAKTERI.pdf,
diakses tanggal 16 Oktober 2013)
Melliawati,
Ruth, 2009. Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia (online) (http://www.biotek.lipi.go.id/images/stories/biotrends/vol4no1/EcoliR.Melliawati1014.pdf, diakses tanggal 16 Oktober 2013)
Naim, Nilla Apriani, 2011. Escherichia coli (online) (http://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/06/25/escherichia-coli/,
diakses tanggal 18 Oktober 2013)
Pelczar, Michael J & Chan. 1988.
Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2.
Universitas Indonesia : Jakarta
Rasmaliah, 2001. Thypus
(online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3745/1/fkm-rasmaliah5.pdf, diakses 10 Oktober 2013)
Stanier, Roger Y, dkk. 1986. Dunia Mikrobe 3. Bhratara Karya Aksara : Jakarta
Zaif, 2010. Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Mikroba (online) (http://zaifbio.wordpress.com/2010/11/08/faktor-lingkungan-yang-mempengaruhi-mikroba/, diakses tanggal 17 Oktober 2013)
J. LAMPIRAN
Alat dan bahan 5
Tabung reaksi
Bunsen Inkubator
Air panas Pipet tetes
Es batu Asam
cuka
Spritus Hasil
praktikum setelah di incubator selama 24 jam
Termometer suspensi bakteri